Keluargaku, Peradaban Kecilku..

    Bismillaahirrahmaanirrahiim..


    Materi ketiga kali ini mulai serius. NHW #3 mengajak saya untuk banyak berdialog dengan hati. Merenungi perjalanan hidup saya sejak kecil hingga saat ini. Proses pengerjaan tugas yang membutuhkan waktu lebih panjang, lebih fokus, dan pastinya banyak air mata. Proses berdialog dengan diri sendiri. Berpikir dengan hati.


   Keluarga adalah sebuah peradaban terkecil. Membangun sebuah keluarga berarti ikut menyumbang membangun sebuah peradaban di dunia. Lalu dari peradaban kecil inilah akan lahir manusia - manusia yang mengemban amanah dari Allah menyelesaikan misi - misinya di muka bumi.

“Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya menuju peran peradabannya” - Septi Peni Wulandani.

  
Peradaban kecil ini bermula dari takdir Allah yang mempertemukan seorang Adam dan Hawa. Laki - laki dan perempuan. Seorang Rinaldi dan Shindie. Dia menyatukan kami dalam sebuah ikatan suci yang amat berat perjanjiannya. Mitsaqan Ghalidzhan. 

   Berawal dari sebuah jalinan pertemanan dan persahabatan. Saya menemukan kecocokan dan keyakinan dalam diri saya bahwa suami saya saat ini adalah calon pendamping hidup saya yang pas dan terbaik buat saya. Biasanya orang bilang sudah “klik”. Saya tak mampu melawan kehendakNya. Alih - alih, saya amat bersyukur dipertemukan dengannya, yang kemudian menjadi ayah dari anak - anak saya.

  Namanya Rinaldi. Abi. Begitu saya biasa memanggilnya. Adalah seorang laki - laki biasa yang sederhana. Dibesarkan di lingkungan keluarga yang sederhana pula. Dia seorang yang humoris, easy going dan bijaksana.. Banyak sekali alasan yang membuat saya jatuh cinta padanya. Entah itu kelebihannya atau kekurangannya. 

  Saat saya memberikan surat cinta kepadanya, ia nggak terlalu kaget. Romantisme adalah hal yang menjadi kebiasaan kami sehari - hari. Kami terbiasa mengekspresikan rasa sayang dan cinta dengan verbal dan tindakan. Salah satu kebiasaan kami adalah saling meminta maaf, berterima kasih, dan mengucapkan "I love U" menjelang tidur. 

  Respon yang saya terima setelah dia membaca surat saya adalah dia terdiam, tersenyum, mencium dan memluk saya serta memastikan pada saya kalau ia amat terharu. Yang pasti, saat menulis surat itu, air mata saya terus mengalir deras membasahi pipi. Benar - benar datang dari hati. Dan setelah dia membacanya, saya merasa makin mencintainya, walau mungkin tak sebesar cintanya pada saya.

   Hingga hari ini, saya sadar betul kenapa dia dikirimkan Allah pada saya. Dia benar - benar hadir untuk melengkapi saya.


  • Sincere (Ikhlas). Darinya saya banyak belajar tentang ketulusan dan keikhlasan. Penerimaannya terhadap pemberian Allah, takdir, dan kehendak sangat baik. Mengajak saya selalu bersyukur dan berpikir dengan hati.
  • Humble (rendah hati). Walau cerdas, dia selalu merasa dirinya adalah orang yang beruntung. Suatu kali dia mengatakan bahwa di dunia ini orang yang pintar dan cerdas ada banyak. Yang merasa dirinya paling pintar dan benar pun banyak. Tapi tak semua orang menjadi orang beruntung. Bersamanya, saya banyak belajar bahwa hanya Allah yang berhak untuk sombong dan membanggakan diri.
  • Open minded (Berpikiran terbuka). Suami saya adalah orang yang terbuka dan senang diskusi. Mengedepankan logika daripada emosi. Mampu melihat sebuah hal dari berbagai macam sudut pandang. Beliau juga orang yang mudah menerima masukan. Hal ini memudahkan saya bekerja sama dengannya dalam mendidik anak - anak.
  • Considerate (Penuh perhatian, tidak egois). Beliau orang yang suka mengalah dan tidak egois. Saat memiliki anak pertama, beliau ikut turun tangan memandikan anak, memasang bedong, mengajak si kakak berkeliling pada pagi hari, mengganti popok, memasak, belanja, dan bangun di tengah malam membuatkan susu. Hal yang amat berat dilakukan kaum ayah ini dengan mudahnya dijalani oleh beliau. Hingga saat ini, ia tak segan membantu meringankan pekerjaan saya dan ikut serta mendidik anak - anak.
  • Responsible (Bertanggung jawab). Baik di kantor dan di rumah beliau selalu menyelesaikan tanggung jawabnya hingga selesai.
  • Respect (Hormat). Sangat menghargai lembaga bernama keluarga. Mengerti posisi dan perannya dalam keluarga. Menghormati orang lain dan mengajarkan betapa penting hidup saling menghargai.
  • Patient (Sabar). Kesabarannya terlihat saat menghadapi masalah. Tidak mudah putus asa. Terus bertawakkal dan berikhtiar memperbaiki dirinya.
  • Humorous (Humoris). Suami saya senang bercanda. Ketika berkumpul dengannya selalu ada canda tawa. Beliau senang mengajak anak - anak bermain bersama. Bergelut, petak umpet, kejar - kejaran, main sepeda, main tebak - tebakan menjadi asik dan menyenangkan ketika anak - anak menghabiskan waktu bersama ayahnya.
  • Opportunist (Menghargai kesempatan) Beliau sangat menghargai kesempatan yang datang padanya. potensi ini ditularkan kepada anak - anak melalui pendekatan saat bermain dengan mereka.

      Sewindu lebih sudah bersamanya. Rasanya selalu ada saja hal baru yang saya temukan dari dirinya. Dan beberapa karakter di atas menjadi alasan kuat bagi saya bahwa dia layak menjadi ayah dari 2 bidadari kecil saya, Aira dan Nadine.

         Aira, lahir 7 tahun lalu di Batam. Saat hamil Aira, saya tahu dia kan jadi anak yang kuat. Berbagai macam tantangan yang saya alami saat mengandungnya mampu saya atasi dengan baik. Potensi yang ada dalam diri Aira :
  •  Mandiri. Sejak usia 6 bulan, saat saya terpaksa harus memberikannya susu formula, Aira sudah mampu memegang sendiri botol susunya. Aira mampu berdiri sendiri di usia 9 bulan, dan berjalan sendiri pada usia 10 bulan. Saat saya bekerja dan Aira dititipkan kepada bude yang bersedia mengasuhnya, Aira tidak menangis. Ia senang mandi sendiri, makan sendiri dan melakukan banyak hal sendiri. Sampai - sampai saya merasa ga dibutuhkan sebagai seorang ibu.
  • Supel. Aira senang bergaul. Tidak hanya anak seusianya saja, yang usianya di atas, ibu - ibu dan nenek - nenek pun bisa menjadi temannya. Dia anak yang ceria dan suka bercerita atau bertanya tentang sesuatu yang bikin dia penasaran. Dulu, saat masih tinggal di Indonesia, Rumah selalu rame karena teman - teman Aira selalu datang mengajaknya bermain. 
  • Cerdas linguistik. Aira anak yang suka bicara dan bercerita. dia mampu menjelaskan sesuatu dengan runtut dan jelas. Mudah mempelajari bahasa dan memahami makna kata. 
  • Cerdas Musik. Aira sangat senang bernyanyi dan menari. Dia mudah mempelajari hal baru lewat lagu dan irama. 
  • PeDe. Sejak usia 1 tahun, Aira sudah menunjukkan dirinya senang diperhatikan orang lain. Ia suka tampil di depan orang lain. Pada usia 4 tahun, pada hari pertama masuk sekolah (PG) ia sudah berani mengangkat tangannya, maju ke depan kelas untuk bernyanyi. 
  • Pemurah. Aira anak yang senang berbagi. Setiap bertemu pengemis hatinya peka dan ingin berbagi kepada mereka. 
  • Berani. Aira berani mengemukakan pendapatnya kepada orang lain. Di usia yang relatif kecil, ia berani bertanya dan berkomunikasi dengan orang dewasa. Bertanya arah toilet kepada satpam misalnya. Ia juga berani mengkritik gurunya saat ia merasa bosan dengan metode belajar yang digunakan. 
  • Ekspresif. Aira anak yang mudah memperlihatkan isi hatinya kala senang, sedih, takut, bosan, dll. Ini memudahkan oranglain untuk lebih memahaminya. 
  • Penyuka tantangan. Aira anak yang tidak suka dengan hal monoton. Ia suka hal baru dan menantang. 
  • Pemikir. Aira bukan anak penurut. Artinya, Aira tidak mudah untuk diajarkan sesuatu tanpa tahu kenapa dan tujuannya untuk apa. Misalnya ketika kami mengahadiri sebuah acara yang bercerita tentang kondisi anak sekolah di Gaza, Aira bertanya kenapa mereka jadi yatim piatu, kenapa Allah membiarkan musuh menyerang mereka, kenapa perang terjadi, apa tujuan Allah membiarkan anak - anak menjadi yatim dll. 
  • Cerdas. Aira mudah menangkap pelajaran. 

   Nadine. Putri kedua yang lahir 5 tahun lalu. Saat hamil Nadine, kerena berpengalaman punya kakaknya yang amat mandiri, saya suka berbicara padanya agar menjadi anak yang gs terlalu kuat dan mandiri. lucu ya, hehe. Potensi yang saya temukan pada Nadine :

  • Lucu. Saat Nadine hadir di antara keluarga dan orang sekitar, Nadine mampu menghibur dengan kelucuan dan kepolosannya.
  • Berkemauan keras. Nadine anak yang punya prinsip dan tegas. Biasanya, saat ia berkemauan keras, ia dapatkan apa yang ia mau.
  • Peka. Nadine anak yang sensitif. Ia tak tahan melihat orang lain merasa kesusahan atau sedih. Ia mudah membantu orang lain. Nadine juga anak yang peka dan cepat tanggap. Saat ia melakukan kesalahan, ia dengan mudah mengucapkan permintaan maaf.
  • Talk less do more. Nadine anak yang aktif. Tidak banyak bicara.
  • Fokus. Ketika mengerjakan sesuatu Nadine fokus dan tidak mudah terpecah konsentrasi.
  • Cerdas musik. Nadine senang bernyanyi dan menari. Kelihatannya, kedua anak saya mewarisi bakat ibunya.
  • Suka ngatur. Nadine punya kecenderungan bersifat koleris. Saat berkumpul dengan teman - teman, ia lebih suka ngatur dan menjadi pemimpin daripada pengikut.
  • PeDe. Potensi ini baru saja saya temui kemarin. Saat tampil pada acara sekolah, Nadine melakukannya dengan percaya diri. Saat ingin mendapatkan balon pada sebuah pusat perbelanjaan, ia dengan pedenya menghampiri staff toko tersebut dan meminta ijin membawa balonnya. Sebuah perkembangan signifikan bagi Nadine selama setahun ini.
  • Cerdas diri (Intrapersonal). Nadine anak yang ga mudah galau kalau ngga ada teman. Ia bisa bermain sendiri dan menciptakan kebahagiannya sendiri. Ia juga tak mudah jatuh saat diejek atau dibully. Konsep dirinya dibangun cukup baik.


   Setelah semua potensi pada suami dan anak - anak, saatnya menggali potensi saya. Saya adalah seorang perempuan yang Percaya diri, enerjik, senang bergaul, suka belajar dan penyayang. Saya lahir, tumbuh dan berkembang di keluarga yang sederhana hingga membuat saya tak terlalu berat menghadapi tantangan. Saya tidak cengeng dan baper-an. Saya orang yang kuat dan mandiri. Selain sebagai seorang Ibu Rumah Tangga, saya juga seorang guru SD di sebuah sekolah (SDIT AL-Lauzah) di daerah Ciputat, Tangsel. Sementara ini saya masih cuti panjang tak berbayar karena Kepala Sekolah masih berat melepaskan saya dan berharap saya segera kembali ke tanah air untuk mengajar di sekolah tersebut. 

   Saya dihadirkan Allah di keluarga ini adalah untuk menunaikan misi hidup saya di muka bumi ini. Untuk mengabdi (ibadah) dan merasakan kasih sayangNya kepada saya. Karena itu, Maka alasan saya dihadirkan di tengah - tengah keluarga saya adalah karena rasa kasih dan sayang Allah kepada saya. Dengan kasih sayang yang diberikanNya, saya dimintaNya untuk menularkan kepada keluarga saya tentang kasih sayang. Tentang Cinta. Itulah potensi diri yang akan saya jadikan modal utama saya membangun peradaban dari rumah saya. Cintalah yang akan menguatkan saya saat menghadapi ujian dan tantangan dalam membangun peradaban ini. Demi menyebarkan kasih sayangNya di muka bumi. 

   Selama 8 tahun pernikahan, saya dan keluarga selalu berpindah - pindah. Mulai dari Batam - Jakarta - Medan - Jakarta - Singapura, saya selalu berpikir kenapa Allah meminta saya pindah dari satu tempat ke tempat lain. Saya selalu membatin “Apa maunya Allah? Apa kehendakNya? Dia mau saya belajar apa?” 

   Saat ini, baru 16 bulan kami menetap di Singapura. Banyak sekali pelajaran yang kami ambil. Tantangan yang kami hadapi antara lain :
  • Bersikap sebagai masyarakat minoritas. Hidup saling menghargai dan menerima kebijakan pemerintah yang sekuler.
  • Hidup di negara di mana di sekolah si kakak (lokal) tidak mendapatkan penguatan keagamaan. Hal ini membuat saya dan suami bahu membahu mengenalkannya kepada Allah, Rasulullah, dan islam dengan ekstra. 
  • Bagaimana mengatasi rasa rindu kepada keluarga di tanah air. 
  • Bagaimana caranya bisa bertahan hidup dengan mempertahankan nilai - nilai islam saat dikelilingi oleh lingkungan yang sekuler.
  • Bagaimana berdakwah menyebarkan nilai - nilai islam di negara yang jumlah muslimnya minoritas dengan ahsan dan kasih sayang.
  • Bagaimana meyakinkan tetangga, lingkungan dan masyarakat bahwa muslim adalah manusia yang santun dan penyayang.

   Setelah direnungi, diamati dan dijalani, kemanapun Allah menempatkan kami akan selalu kami syukuri. Bahkan setelah pindah ke sini, syukur selalu bertambah - tambah. Banyak sekali perubahan yang terjadi pada keluarga kami. 

  Dari segi ekonomi, Alhamdulillaah Allah memilih kami sebagai jalan rizki untuk orang lain, khususnya keluarga. Dari sisi Suami saya, yang sebelumnya sedikit kurang percaya diri, mampu meningkatkan rasa percaya dirinya. Sifatnya yang semula pemalu, menjadi pribadi yang mau bergaul dan berbaur dengan orang baru dari berbagai macam bangsa, agama dan negara. Di negara sekuler ini, justru ia punya kesempatan pulang lebih awal ke rumah dan punya kesempatan berkumpul bersama keluarga lebih banyak. Beliau juga diberikan teman - teman yang mengajaknya selalu dekat dengan Allah. Walau tinggal di negara dimana suara azan tak diijinkan berkumandang dengan keras, ia mampu melangkahkan kakinya menuju masjid dan pelan - pelan senang menghapal Alqur’an. Hal yang bahkan sebelumnya jarang ia lakukan saat berada di lingkungan mayoritas muslim.

   Saya, yang sebelumnya adalah seorang guru SD, mendapat kesempatan untuk belajar menjadi guru qiraati dan mengajarkan Qur’an. Saya pikir, di lingkungan saya yang sekarang, saya hanya akan menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Meninggalkan kenyamanan dan kesenangan hidup saya di tanah air. Qadarullah, Allah membukakan jalan untuk saya dan memuliakan saya dengan jalan mengajarkan Qur’an kepada orang lain. Dan itu terjadi di sini, di negara sekuler ini. Sungguh hal yang ngga pernah saya duga sebelumnya. 

   Saya dan suami, terbiasa berdiskusi dan mengamati tujuan kita menetap di singapura. Dengan segala kemungkinan yang ada di hadapan, kami memaknai misi spesifik keluarga kami adalah memberikan manfaat untuk orang lain. Kami ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Dengan demikian, kami turut mengenalkanNya pada dunia. menebarkan salam dan kasih sayangNya. menyebarkan cintaNya.


   Semoga, cintaNya yang dititipkan pada saya selalu menaungi jiwa saya dari sifat sombong dan benci yang menjadi pemantik diusirnya Adam dari Surga. 
Semoga, cintaNya yang bersemayam dalam jiwa saya mampu menjadi penyubur taman jiwa suami dan anak - anak saya menuju peran peradaban mereka.

Ditulis dengan penuh cinta,

Shindie,
Singapura.
6 Nopember 2016.



Comments

  1. Masya allah...bund shindie...hebat bgt bisa nemuin setiap kelebihan dan kebaikan tiap anggota keluarga sebanyak itu...soalnya terkadang lbh gamoang nyari kekurangan nya...salut ama bunda ku ini #peluk

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts